Rupiah Terus Melemah, Ekonom: Beban Bunga Utang Akan Meningkat Tajam Tahun Depan

author
1 minute, 12 seconds Read

Jakarta -Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara menyebut pelemahan nilai rupiah berisiko memicu imported inflation, tambahan inflasi akibat selisih kurs, juga melemahkan daya beli kelompok menengah.

Bhima mengatakan larinya modal asing bisa menekan sektor keuangan dan mempersulit pembiayaan perusahaan di dalam negeri.

Perbankan akan lebih berhati-hati.

Padahal, lanjut Bhima, saat ini laju kredit perbankan sedang dalam tahap pemulihan.

“Pelemahan kurs rupiah yang berlanjut menjadi beban terhadap pembayaran bunga utang luar negeri.

Beban bunga utang per tahun Rp 400 triliun, akan meningkat tajam tahun depan,” kata Bhima kepada Tempo, Kamis, 22 September 2022.

Ia melanjutkan faktor-faktor pelemahan kurs rupiah antara lain kekhawatiran terhadap keluarnya modal asing akibat kenaikan Fed rate sebesar 75 basis poin yang memicu investor mengalihkan aset yang berisiko ke safe haven.

Kemudian indeks dollar yang menguat di atas level 111 atau naik year to date, menunjukkan instrumen investasi berbasis dolar sedang diminati.

Lebih lanjut, kata Bhima, Fed rate naik agresif untuk kendalikan inflasi justru mengindikasikan bahwa resesi ekonomi secara global akan terjadi lebih cepat daripada yang diperkirakan.

Hal ini melemahkan prospek ekonomi negara berkembang.

Kenaikan harga komoditas yang selama ini menopang kurs rupiah pun berakhir akibat ancaman resesi ekonomi menurunkan prospek permintaan komoditas, seperti batu bara dan sawit.

“Inflasi di Indonesia juga meningkat akibat harga BBM naik.

Dan inflasi pangan cukup mengancam sementara BI belum agresif menaikkan suku bunga untuk mengimbangi inflasi yang tinggi,” ujar Bhima.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *